Thursday, September 06, 2012

Ikhlas dalam Beribadah


Berikutnya banyak pertanyaan yang mungkin hadir...
-      Bolehkah kita beribadah karena sesuatu selain dari Allah?
Tapi sesuatu itu sudah dijanjikan oleh Allah dan RosulNya. Misalnya :
-      Bolehkah kita beribadah karena ingin mendapatkan surga Allah?
-      Bolehkah kita beribadah karena takut neraka Allah?
-      Bolehkah kita beribadah karena ingin mendapatkan pahala dan ampunan dari Allah?
-      Bolehkah kita sholat dhuha karena ingin dilancarkan rejeki?
-      Bolehkah kita sedekah agar kita terhindar musibah?
-      Bolehkah kita berzakat agar harta kita berkah?

Maka jawabannya adalah BOLEH. Keinginan lain asalkan itu adalah keinginan kedua setelah hadirnya keingan pertama (karena Allah) maka hal itu tidak menggugurkan keikhlasan, selama berbagai keinginan itu sudah ada pakemnya di Al-Quran, Sunnah atau Ijma’.
           
Begitu juga khalifah  yang melakukan Ibadah dengan Ikhlas, apakah anda semua tahu kenapa Manusia yang dipilih Menjadi khalifah ? Karena manusia memiliki nafsu sedangkan malaikat tidak.  Syetan melakukan tugas menggoda dan menjerumuskan manusia dengan segala cara tanpa pandang bulu, mulai dari anak-anak, orang dewasa, orang tua, laki-laki, perempuan, orang yang sedikit beribadah, sampai orang yang tekun beribadah kepada Allah SWT. Semuanya mendapat giliran. Salah satu cara syetan menghadapi orang yang banyak beribadah adalah dengan cara menanamkan rasa ujub dan riya ke dalam hati orang itu sehingga amalannya menjadi sia-sia dan bahkan menjerumuskannya ke neraka.

Nafsu yang ada pada diri manusia terbagi menjadi 3, antara lain :

1.  Nafsu Amarah, ialah dorongan jiwa yang mengarah kepada kejahatan dan keburukan. Sesungguhnya nafsu ini akan senantiasa menjerumuskan pelakuknya untuk berbuat maksiat yang menjauhkan diri dari jalan Allah. Contohnya : Berkelahi, mencaci-maki orang.

Ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan marah salah satunya adalah
Al-Anbiya 21: 87


Artinya: “Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika ia pergi kedalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.”

2.  Nafsu Lawwamah, ialah dorongan jiwa yang mengarah kepada penyesalan, baik menyesal karena tidak berbuat baik maupun menyesal tidak berbuat jahat. Sesungguhnya Allah telah bersumpah atas hari kiamat dan nafsu lawwamah, bahwa barangsiapa yang menyesal karena tidak berbuat kebaikan maka Allah akan memberikan kebaikan di surga, dan barangsiapa yang menyesal karena tidak berbuat kejahatan maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka. Contohnya : mencuri terus menyesali, mencaci-maki orang dan sadar kalau perbuatannya dosa, kawin diluar nikah menyesali dan mempertanggungjawabkannya. Meski Nafsu Lawwamah ini dibandingkan dengan Nafsu Amarah ia lebih tinggi sedikit peringkatnya, namun Nafsu Lawwamah ini juga tak lepas dari  jurang dosa dan kejahatan.Imannya masih belum kuat.Namun ia cepat sedar dan cepat beristigfar minta ampun kepada Allah.

Al-Qiyamah [75] ayat 1-2

3.  Nafsu muthmainah, ialah dorongan jiwa yang tenang yang mendorong kepada kebaikan, ketaatan mengharap ridho Allah. Allah akan memuliakan seorang yang bernafsu muthmainah, berjiwa tenang yang kembali kepada Allah dengan keridhoan-Nya. Contohnya :

Mengenai nafsu muthmainah ini disebutkan pula dalam Surat Al-Fajr,QS.30:27-30

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ﴿٢٧﴾ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ﴿٢٨﴾ فَادْخُلِي فِي عِبَادِي ﴿٢٩﴾ وَادْخُلِي جَنَّتِي ﴿٣٠﴾

(27) Hai jiwa yang tenang (28) Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya (29) Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, (30) dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr, QS. 30:27-30)

Dalam ajaran Islam, nafsu itu bukan untuk dibunuh, melainkan untuk dijaga dan di kawal. Caranya, yaitu dengan :

1.     Banyakkan berpuasa
2.    Jangan melihat sesuatu yang boleh menaikkan nafsu
3.    Amalkan sifat sabar dan berlapang dada,
4.    Jangan berada di tempat atau situasi yang boleh membantu nafsu
5.    Jangan lah makan terlalu kenyang
6.    Lakukanlah amalan kebajikan seperti sedekah jariah serta belajar ilmu agama.
7.    Lakukan sesuatu denagan ikhlas dan dengan bacaan Bismillah.

Beribadah membutuhkan keikhlasan dalam menjalankannya, tanpa tuntutan apapun. Jika kita bersedekah, sholat, berpuasa, menunaikan ibadah haji atau ibadah lainnya, biarlah hanya kita dan Allah SWT saja yang tahu. Insya Allah karena keikhlasan kita, ibadah kita lebih bernilai di mata Allah SWT.

Perhatikan Firman Allah berikut :

أُولَئِكَالَّذِينَيَدْعُونَيَبْتَغُونَإِلَىرَبِّهِمُالْوَسِيلَةَأَيُّهُمْأَقْرَبُوَيَرْجُونَرَحْمَتَهُوَيَخَافُونَعَذَابَهُإِنَّعَذَابَرَبِّكَكَانَمَحْذُورًا

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.”  (QS. 17:57)

Ayat di atas menjelaskan, tidak masalah bagi Anda yang ingin mencari jalan Tuhan, sambil mengharapkan rahmatNya, dan sambil merasa takut atas azabNya. Bahkan anda harus merasa takut dengan azab/neraka yang telah Allah siapkan bagi hamba-hambaNya yang kufar.

Coba perhatikan ayat berikut, “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Q.S. 57:21).

Nah, justru kita disuruh berlomba-lomba mencari ampunan Allah, dan berlomba-lomba menuju surga Allah. Sebab ampunan dan surga Allah itu adalah bagian dari karuniaNya. Jadi kita dilarang keras menyepelekan kehadiran surga Allah, sebab kalau kita menyepelekan surga Allah, berarti kita sudah menyepelekan karunia Allah, berarti juga kita sudah menyepelekan Allah. Na’udzubillaahimin dzalik.

Atau coba perhatikan arti dari ayat ini, "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap kekufuran, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (Q.S. 48:29).

Ternyata kita justru diperintahkan untuk rukuk dan sujud dalam rangka mencari karunia Allah dan keridhoanNya. dan Karunia Allah itu banyak, bisa dalam bentuk materi ataukah immateri. Sehingga janganlah kita menjadi orang yang berlebihan dalam ikhlas dengan mengatakan :

“Ya Allah, kalau seandainya saya beribadah kepadaMu karena takut nerakaMu, maka masukkanlah aku ke dalam nerakaMu, sehingga tak ada lagi orang yang bisa masuk ke dalam nerakaMu sebab nerakaMu sudah dipenuhi oleh aku dan dosa-dosaku. Dan Ya Allah, apabila aku beribadah karena ingin surgaMu, maka masukkanlah semua orang ke dalam surgaMu, sehingga tidak ada lagi tempat untukku berada di surgaMu”.

Inilah orang-orang yang membesarkan Allah tapi ia lupa membesarkan Karunia Allah. Padahal Allah memperkenalkan dirinya kepada hamba-hambaNya melalui Karunia-KaruniaNya yang sangat luas.

Namun demikian, kita tidak boleh mengharapkan sesuatu selain dari Allah, yang mana hal harapan itu tidak pernah diperintahkan oleh Allah dan RosulNya. Contoh:
- Kita tidak boleh berangkat haji agar orang lain memanggil kita Pak Haji.

- Kita tidak boleh bersedekah agar kita tambah kaya, dan agar kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Contoh Anda ingin mobil seharga 200 juta, lalu Anda sedekah sebesar 20 juta (sepersepuluhnya) agar Allah memberikan kepada Anda 200 juta. Sebab Rosulullah tidak pernah melakukan hal yang semacam ini. Tapi Rosulullah pernah menyarankan sedekah bagi Anda yang sedang sakit atau yang sedang terkena musibah.

- Kita tidak boleh tawasul karena ingin agar orang-orang sholeh yang kita tawashuli memberikan syafaat kepada kita. Sebab hal ini tidak ada contohnya. Yang diperintahkan adalah kita bersholawat kepada Rosulullah saw.

- Kita tidak boleh muludan dengan menyangka bahwa muludan adalah bagian dari ibadah ritual, dan lalu merasa berdosa jika kita tidak melakukan muludan. Apalagi muludan itu menjadi tidak syah kalau tidak ada acara pecah telor dan lain sebagainya. Tapi kita boleh muludan, jika tujuan kita bukan sebagai ibadah ritual, tapi sebagai pengajian seperti biasa, hanya saja yang ini dilakukan di bulan mulud, seraya mengingat perjuangan-perjuangan Rosulullah saw dan para sahabatnya, agar terjadi pembaharuan semangat kepada umat. Jadi Muludan untuk memotivasi umat, tidak lah masalah, sebab ini termasuk perkara
muamalah.


#IREKA SALSABILA

0 komentar: