Sep
22
Cerpen 'Pengorbanan Ibu"
PENGORBANAN IBU
Ireka
Salsabila
Hidup di keluarga
yang sangat miskin, seorang ibu yang bernama Bu Mila yang memiliki 2 orang anak
perempuan yang bernama Rana & Rani itu sekarang sedang mengandung seorang bayi yang telah
berusia 9 bulan yang sebentar lagi hendark lahir ke dunia ini. Suaminya Pak
Jaka sangat tidak menyukai anak yang ada dikandungan Bu Mila tersebut, karena
menurut Pak Jaka anak itu hanya akan membuat susah mereka. Oleh karena itu,
segala macam upaya akan dilakukan oleh Pak Jaka untuk menggugurkan bayi yang
ada didalam kandungan istrinya itu. Tapi Alhamdulillah, sampai sekarang bayi
yang dikandungan Bu Mila masih selamat berkat pertolongan Allah SWT.
“2 anak saja kita
sudah kewalahan memberi makan ! Apalagi di tambah anak manja yang akan kau
lahirkan sebentar lagi !” bentak Pak Jaka.
“Tapi Pak,
bagaimana pun juga dia ini adalah anak kita Pak” kata Buk Mila sambil
meneteskan air matanya.
Dengan usia bayi
yang sudah 9 bulan tersebut. Pak Jaka makin berantusias untuk menggugurkannya
sebelum lahir ke dunia ini. Keantusianya terhadap bayi itu pun membuatnya
kehilangan akal pikirannya. Dan dia sekarang hendak memikirkan cara yang akan
benar-benar membunuh bayi itu, bahkan istrinya itu pun akan ikut terbunuh.
Karena sebelumnya segala cara yang dilakukannya secara perlahan-lahan tidak
pernah berhasil.
“Nak, bagaimana pun
juga ibu akan selalu melindungimu nak. Ibu tidak akan membiarkan bapakmu itu
membunuh kamu. Ibu sayang kamu karena Allah” kata Bu Mila menangis mengingat
hal-hal apa yang dilakukan suaminya terhadap bayi yang dikandungnya itu.
Rana & Rani
yang masih balita datang menhampiri ibunya yang sedang menangis dan memeluk
erat ibunya itu.
“Ibu, kenapa
menangis bu..” kata Rana.
“Jangan nangis lagi
bu..” kata Rani.
“Kami sayang ibu
karena Allah” kata Rana & Rani.
“Ibu juga sangat
sayang kalian karena Allah nak” kata Bu Mila sambil memeluk erat kedua anaknya
itu dan menangis terharu.
Malam pun tiba,
terdengar rintikan hujan dari atap rumah yang hanya dilapisi sebuah genteng
saja. Dan lama kelamaan suara itupun membesar seperti hujan batu, dan ternyata
hujannya semakin deras. Terlihat dibagian sudut ruangan ada air yang masuk
karena gentengnya bocor.
“Bu.. dingin
sekali” kata Rana & Rani menggigil.
“Sini nak..” ajak
Bu Mila dan memeluk kedua anaknya itu.
“Tok! Tok! Tok!”
terdengar suara ketukan dari pintu yang rapuh itu.
“Tidak biasanya ada
yang datang ke rumah malam-malam seperti ini dan di keadaan hujan pula. Kalau
Bapak pasti akan langsung membuka pintunya” kata Bu Mila dalam hati.
“Nak, sebentar ya,
ibu mau buka pintu dulu” kata Bu Mila kepada kedua anaknya itu sambil
melepaskan pelukannya itu.
Lalu Bu Mila bangun
pergi membuka pintu. Dan saat dibukakan pintu tersebut tidak ada seorangpun
yang ada disana. Hanya ada angin dan hujan yang deras yang terlihat. Dan saat
Bu Mila hendak kembali menutup pintu, tiba-tiba Bu Mila terjatuh dan merintih
kesakitan. Dan terlihatlah seorang lelaki yang bertopengkan plastik hitam yang
menutupi seluruh bagian kepalanya itu. Lalu dia langsung menarik tangan Bu Mila
tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, dan Bu Mila pada saat itu dalam keadaan
tengkurap. Perutnya kesakitan sekali karena beban perutnya yang sangat besar
yang sebentar lagi seharusnya bayi yang didalam kandungannya itu akan lahir, ia
diseret paksa didalam kegelapan dan kehujanan dan entah kemana hendak dibawa
oleh orang bertopeng itu.
Dan sampailah
disebuah bukit yang dibawahnya terdapat sungai setelah lamanya perjalanan, Bu
Mila kesakitan sekali karena selama perjalanan ia hanya diseret paksa dan banyak
darah yang berlumuran kelihatan dikakinya itu. Bu Mila sangat takut terjadi apa-apa dengan anak yang dikandungnya
itu. Dalam hati ia selalu bertasbih dan berdoa agar anaknya itu selamat
walaupun dia harus mengorbankan nyawanya.
“Tolooong ! Toloong
!” Bu Mila berteriak meminta tolong, padahal ia tau sudah jelas tidak akan ada
yang menolongnya disitu.
Seorang lelaki yang
bertopeng itu pun masih belum mengeluarkan suaranya, dan langsung ia mendorong
Bu Mila hingga Bu Mila terjatuh ke sungai itu. Bu Mila sudah tidak berdaya lagi
saat itu.
“Selamat tinggal
istri dan anakku !” teriak seseorang
yang bertopeng itu setelah mendorong Bu Mila.
Bu Mila dalam
keadaan akan terjatuh dalam sungai saat itu masih sadar dan terkejut mendengar
teriakan lelaki bertopeng itu, dan Bu Mila sadar kalau yang bertopeng itu
adalah suaminya yang sangat ingin anaknya itu gugur. Bu Mila sudah tidak bisa
berbuat apa-apa untuk menolong dirinya sendiri dan akhirnya ia pun terhanyut
terbawa aliran sungai bercampur dengan hujan yang deras itu dan sudah tidak
sadarkan diri.
Keesokan harinya
didesa tetangga, ditemukanlah oleh seorang wanita yang hendak mencuci seperti
biasanya disungai itu seorang wanita yang wajahnya kelihatan sangat pucat dan
tampak tidak berdaya dengan seorang bayi yang menangis berada disampingnya.
Wanita itu adalah Bu Mila. Diperkirakan wanita tersebut baru saja melahirkan
anaknya. Lalu warga-warga desa itu membawa Bu Mila ke puskesmas didesa
tersebut.
Tak lama kemudian, Bu Mila tiba-tiba membuka
matanya, ia sudah sadar karena mendengar suara tangisan sang bayi. Para warga
desa sangat senang karena Bu Mila sudah siuman, mereka sangat khawatir karena
kata oleh perawat dipuskesmas itu Bu Mila sudah banyak kehabisan darah.
“Kamu sudah sadar..
Alhamdulillah” kata salah seorang warga desa itu.
“Dimana saya? Anak
saya? Apakah itu suara anak saya?” Tanya Bu Mila cemas.
“iya, itu suara
anak kamu. Dia tidak apa-apa” ujar salah seorang warga lainnya.
Lalu dibawakannya
lah bayi itu ke tempat Bu Mila. Dan kelihatanlah senyum bahagia diwajah Bu Mila
setelah melihat anaknya itu. Dalam degupannya, ia mencium bayi itu.
“Alhamdulillah nak,
kamu selamat. Terima kasih ya Allah” kata Bu Mila sambil meneteskan air
matanya.
“Bu, nama apa yang
hendak ibu berikan kepada adik bayi itu bu?” Tanya seorang anak kecil.
“hmm, namanya
Taqwani. Ya, Taqwani. Ibu ingin dia nanti menjadi gadis yang Taqwa terhadap
Allah dan patuh kepada Ibu Bapaknya” jawab Bu Mila tersenyum kepada anak itu.
Tidak lama setelah
memberikan nama kepada anaknya itu. Bu Mila merasa pusing sekali dan ia
kelihatan sangat pucat. Lalu Bu Mila pun menghembuskan nafas terakhirnya sambil
memeluk bayinya itu. Sekarang bayinya itu sebatang kara, tidak diketahui
bapaknya dan ibunya sudah tiada. Yang tertinggal hanyalah sebuah nama yang
diberikan dan nyawa hasil pengorbanan ibunya itu. Lalu salah seorang warga desa
itu yang tidak memiliki anak memutuskan untuk mengasuh bayi tersebut dengan
nama Taqwani. Ia tidak akan mengganti nama bayi yang diberikan oleh ibu kandung
bayi tersebut. Dan hiduplah Taqwani bersama dengan keluarga angkatnya itu dan
ia tumbuh menjadi seorang gadis yang diharapkan oleh Bu Mila. Dia selalu
bersyukur kepada Allah atas nyawa yang diberikan-Nya dan selalu berdoa untuk Bu
Mila ibu kandungnya yang sudah mengorbankan nyawa demi dirinya.#Ireka Salsabila
0 komentar: