Sep
22
Setiap cinta memiliki cerita yang
berbeda-beda , ada yang menjalani cinta dengan keadaan yang baik namun
juga ada yang dalam keadaan buruk misalkan saja tidak di setujui oleh
orang tua dll. Cerita cinta
yang menyentuh hati biasanya akan membuat pelakunya selalu ingat dan
tak akan terlupakan karena sangat berkesan, itulah jalan cerita yang di
bawa setiap orang berbeda-beda dan kita harus tetap mensyukuri setiap
apa yang ada pada diri kita.
Bagi kalian yang ingin membaca cerita cinta menyentuh hati
mungkin cerita yang nanti akan saya share kepada anda dapat membuat
anda terpaku ( sok tau nih saya.hheee ) , Inilah lakon / perjalanan
cinta yang memiliki cerita cinta menyentuh hati bagi siapa saja yang membacanya. Jadi nikmatilah cerita cinta di bawah ini :
Aku memandang kalender yang
terletak di meja dengan kesal. Sabtu, 30 Maret 2002, hari ulang tahun
perkawinan kami yang ketiga. Dan untuk ketiga kalinya pula Aa’ lupa.
Ulang tahun pertama, Aa’ lupa karena harus rapat dengan direksi untuk
menyelesaikan beberapa masalah keuangan perusahaan. Sebagai Direktur
keuangan, Aa’ memang berkewajiban menyelesaikan masalah tersebut.
Baiklah, aku maklum. Persoalan saat itu memang lumayan pelik.
Ulang tahun kedua, Aa’ harus
keluar kota untuk melakukan presentasi. Kesibukannya membuatnya lupa.
Dan setelah minta maaf, waktu aku menyatakan kekesalanku, dengan kalem
ia menyahut,” Dik, toh aku sudah membuktikan cintaku sepanjang tahun.
Hari itu tidak dirayakan kan tidak apa-apa. Cinta kan tidak butuh
upacara…”
Sekarang, pagi-pagi ia sudah
pamit ke kantor karena harus menyiapkan beberapa dokumen rapat. Ia pamit
saat aku berada di kamar mandi. Aku memang sengaja tidak
mengingatkannya tentang ulang tahun perkawinan kami. Aku ingin
mengujinya, apakah ia ingat atau tidak kali ini. Nyatanya? Aku menarik
napas panjang.
Heran, apa sih susahnya
mengingat hari ulang tahun perkawinan sendiri? Aku mendengus kesal. Aa’
memang berbeda dengan aku. Ia kalem dan tidak ekspresif, apalagi
romantis. Maka, tidak pernah ada bunga pada momen-momen istimewa atau
puisi yang dituliskan di selembar kertas merah muda seperti yang sering
kubayangkan saat sebelum aku menikah.
Sedangkan aku, ekspresif dan
romantis. Aku selalu memberinya hadiah dengan kata-kata manis setiap
hari ulang tahunnya. Aku juga tidak lupa mengucapkan berpuluh kali kata I
love you setiap minggu. Mengirim pesan, bahkan puisi lewat sms saat ia
keluar kota. Pokoknya, bagiku cinta harus diekspresikan dengan jelas.
Karena kejelasan juga bagian dari cinta.
Aku tahu, kalau aku mencintai
Aa’, aku harus menerimanya apa adanya. Tetapi, masak sih orang tidak mau
berubah dan belajar? Bukankah aku sudah mengajarinya untuk bersikap
lebih romantis? Ah, pokoknya aku kesal titik. Dan semua menjadi tidak
menyenangkan bagiku. Aku uring-uringan. Aa’ jadi benar-benar menyebalkan
di mataku. Aku mulai menghitung-hitung waktu dan perhatian yang
diberikannya kepadaku dalam tiga tahun perkawinan kami. Tidak ada akhir
minggu yang santai. Jarang sekali kami sempat pergi berdua untuk makan
malam di luar. Waktu luang biasanya dihabiskannya untuk tidur sepanjang
hari. Jadilah aku manyun sendiri hampir setiap hari minggu dan cuma bisa
memandangnya mendengkur dengan manis di tempat tidur.
Rasa kesalku semakin menjadi.
Apalagi, hubungan kami seminggu ini memang sedang tidak baik. Kami
berdua sama-sama letih. Pekerjaan yang bertumpuk di tempat tugas kami
masing-masing membuat kami bertemu di rumah dalam keadaan sama-sama
letih dan mudah tersinggung satu sama lain. Jadilah, beberapa kali kami
bertengkar minggu ini.
Sebenarnya, hari ini aku sudah
mengosongkan semua jadual kegiatanku. Aku ingin berdua saja dengannya
hari ini dan melakukan berbagai hal menyenangkan. Mestinya, Sabtu ini ia
libur. Tetapi, begitulah Aa’. Sulit sekali baginya meninggalkan
pekerjaannya, bahkan pada akhir pekan seperti ini. Mungkin, karena kami
belum mempunyai anak. Sehingga ia tidak merasa perlu untuk meluangkan
waktu pada akhir pekan seperti ini.
”Hen, kamu yakin mau menerima
lamaran A’ Ridwan?” Diah sahabatku menatapku heran. ”Kakakku itu enggak
romantis, lho. Tidak seperti suami romantis yang sering kau bayangkan.
Dia itu tipe laki-laki serius yang hobinya bekerja keras. Baik sih,
soleh, setia… Tapi enggak humoris. Pokoknya, hidup sama dia itu datar.
Rutin dan membosankan. Isinya cuma kerja, kerja dan kerja…” Diah
menyambung panjang lebar. Aku cuma senyum-senyum saja saat itu. Aa’
memang menanyakan kesediaanku untuk menerima lamaranku lewat Diah.
”Kamu kok gitu, sih? Enggak
senang ya kalau aku jadi kakak iparmu?” tanyaku sambil cemberut. Diah
tertawa melihatku. ”Yah, yang seperti ini mah tidak akan dilayani.
Paling ditinggal pergi sama A’ Ridwan.” Diah tertawa geli. ”Kamu belum
tahu kakakku, sih!” Tetapi, apapun kata Diah, aku telah bertekad untuk
menerima lamaran Aa’. Aku yakin kami bisa saling menyesuaikan diri. Toh
ia laki-laki yang baik. Itu sudah lebih dari cukup buatku.
Minggu-minggu pertama setelah
perkawinan kami tidak banyak masalah berarti. Seperti layaknya pengantin
baru, Aa’ berusaha romantis. Dan aku senang. Tetapi, semua berakhir
saat masa cutinya berakhir. Ia segera berkutat dengan segala
kesibukannya, tujuh hari dalam seminggu. Hampir tidak ada waktu yang
tersisa untukku. Ceritaku yang antusias sering hanya ditanggapinya
dengan ehm, oh, begitu ya… Itupun sambil terkantuk-kantuk memeluk
guling. Dan, aku yang telah berjam-jam menunggunya untuk bercerita
lantas kehilangan selera untuk melanjutkan cerita.
Begitulah… aku berusaha mengerti
dan menerimanya. Tetapi pagi ini, kekesalanku kepadanya benar-benar
mencapai puncaknya. Aku izin ke rumah ibu. Kukirim sms singkat
kepadanya. Kutunggu. Satu jam kemudian baru kuterima jawabannya. Maaf,
aku sedang rapat. Hati-hati. Salam untuk Ibu. Tuh, kan. Lihat. Bahkan ia
membutuhkan waktu satu jam untuk membalas smsku. Rapat, presentasi,
laporan keuangan, itulah saingan yang merebut perhatian suamiku.
Aku langsung masuk ke bekas
kamarku yang sekarang ditempati Riri adikku. Kuhempaskan tubuhku dengan
kesal. Aku baru saja akan memejamkan mataku saat samar-samar kudengar
Ibu mengetuk pintu. Aku bangkit dengan malas.
”Kenapa Hen? Ada masalah dengan
Ridwan?” Ibu membuka percakapan tanpa basa-basi. Aku mengangguk. Ibu
memang tidak pernah bisa dibohongi. Ia selalu berhasil menebak dengan
jitu.
Walau awalnya tersendat,
akhirnya aku bercerita juga kepada Ibu. Mataku berkaca-kaca. Aku
menumpahkan kekesalanku kepada Ibu. Ibu tersenyum mendengar ceritaku. Ia
mengusap rambutku. ”Hen, mungkin semua ini salah Ibu dan Bapak yang
terlalu memanjakan kamu. Sehingga kamu menjadi terganggu dengan sikap
suamimu. Cobalah, Hen pikirkan baik-baik. Apa kekurangan Ridwan? Ia
suami yang baik. Setia, jujur dan pekerja keras. Ridwan itu tidak pernah
kasar sama kamu, rajin ibadah. Ia juga baik dan hormat kepada Ibu dan
Bapak. Tidak semua suami seperti dia, Hen. Banyak orang yang dizholimi
suaminya. Na’udzubillah!” Kata Ibu.
Aku terdiam. Yah, betul sih apa
yang dikatakan Ibu. ”Tapi Bu, dia itu keterlaluan sekali. Masak Ulang
tahun perkawinan sendiri tiga kali lupa. Lagi pula, dia itu sama sekali
tidak punya waktu buat aku. Aku kan istrinya, bu. Bukan cuma bagian dari
perabot rumah tangga yang hanya perlu ditengok sekali-sekali.” Aku
masih kesal. Walaupun dalam hati aku membenarkan apa yang diucapkan Ibu.
Ya, selain sifat kurang
romantisnya, sebenarnya apa kekurangan Aa’? Hampir tidak ada.
Sebenarnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakanku dengan
caranya sendiri. Ia selalu mendorongku untuk menambah ilmu dan
memperluas wawasanku. Ia juga selalu menyemangatiku untuk lebih rajin
beribadah dan selalu berbaik sangka kepada orang lain. Soal kesetiaan?
Tidak diragukan. Diah satu kantor dengannya. Dan ia selalu bercerita
denganku bagaimana Aa’ bersikap terhadap rekan-rekan wanitanya di
kantor. Aa’ tidak pernah meladeni ajakan Anita yang tidak juga bosan
menggoda dan mengajaknya kencan. Padahal kalau mau, dengan penampilannya
yang selalu rapi dan cool seperti itu, tidak sulit buatnya menarik
perhatian lawan jenis.
”Hen, kalau kamu merasa
uring-uringan seperti itu, sebenarnya bukan Ridwan yang bermasalah.
Persoalannya hanya satu, kamu kehilangan rasa syukur…” Ibu berkata
tenang.
Aku memandang Ibu. Perkataan Ibu
benar-benar menohokku. Ya, Ibu benar. Aku kehilangan rasa syukur.
Bukankah baru dua minggu yang lalu aku membujuk Ranti, salah seorang
sahabatku yang stres karena suaminya berselingkuh dengan wanita lain dan
sangat kasar kepadanya? Bukankah aku yang mengajaknya ke dokter untuk
mengobati memar yang ada di beberapa bagian tubuhnya karena dipukuli
suaminya?
Pelan-pelan, rasa bersalah
timbul dalam hatiku. Kalau memang aku ingin menghabiskan waktu dengannya
hari ini, mengapa aku tidak mengatakannya jauh-jauh hari agar ia dapat
mengatur jadualnya? Bukankah aku bisa mengingatkannya dengan manis bahwa
aku ingin pergi dengannya berdua saja hari ini. Mengapa aku tidak
mencoba mengatakan kepadanya, bahwa aku ingin ia bersikap lebih
romantis? Bahwa aku merasa tersisih karena kesibukannya? Bahwa aku
sebenarnya takut tidak lagi dicintai?
Aku segera pamit kepada Ibu. Aku
bergegas pulang untuk membereskan rumah dan menyiapkan makan malam yang
romantis di rumah. Aku tidak memberitahunya. Aku ingin membuat kejutan
untuknya.
Makan malam sudah siap. Aku
menyiapkan masakan kegemaran Aa’ lengkap dengan rangkaian mawar merah di
meja makan. Jam tujuh malam, Aa’ belum pulang. Aku menunggu dengan
sabar. Jam sembilan malam, aku hanya menerima smsnya. Maaf aku terlambat
pulang. Tugasku belum selesai. Makanan di meja sudah dingin. Mataku
sudah berat, tetapi aku tetap menunggunya di ruang tamu.
Aku terbangun dengan kaget. Ya
Allah, aku tertidur. Kulirik jam dinding, jam 11 malam. Aku bangkit.
Seikat mawar merah tergeletak di meja. Di sebelahnya, tergeletak kartu
ucapan dan kotak perhiasan mungil. Aa’ tertidur pulas di karpet. Ia
belum membuka dasi dan kaos kakinya.
Kuambil kartu ucapan itu dan kubuka. Sebait puisi membuatku tersenyum.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Lewat kata yang tak sempat disampaikan
Awan kepada air yang menjadikannya tiada
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu. *
For vieny, welcome to your husband’s heart.
http://catatanterbaru.blogspot.com/2012/04/cerita-cinta-menyentuh-hati-aku-ingin.html
#RIZKI MAWAN
0 komentar: