12 Kriteria Pakaian Muslimah
12 Kriteria
Pakaian Muslimah
Betapa
banyak kita lihat saat ini, wanita-wanita berbusana muslimah, namun masih dalam
keadaan ketat. Kadang yang ditutup hanya kepala, namun ada yang mengenakan
lengan pendek. Ada pula yang sekedar menutup kepala dengan kerudung mini. Perlu
diketahui bahwa pakaian muslimah sudah digariskan dalam Al Qur’an dan Al
Hadits, sehingga kita pun harus mengikuti tuntunan tersebut. Yang dibahas kali
ini bukan hanya bentuk jilbab, namun bagaimana kriteria pakaian
muslimah secara keseluruhan.
Syarat
pertama: pakaian wanita harus
menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Ingat, selain kedua
anggota tubuh ini wajib ditutupi termasuk juga telapak kaki karena termasuk aurat.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ
الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ
يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah penutup
wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai
khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
Allah Ta’ala juga
berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran
Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang
boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.
Syarat
kedua: bukan pakaian untuk berhias seperti
yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai
gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik! Yang
terkahir ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan di antara kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman,
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
الْأُولَى
“Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti
orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Tabarruj adalah
perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala
sesuatu yang mestinya ditutup karena hal itu dapat menggoda kaum lelaki.
Ingatlah, bahwa maksud
perintah untuk mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutupi perhiasan wanita.
Dengan demikian, tidak masuk akal bila jilbab yang berfungsi untuk menutup
perhiasan wanita malah menjadi pakaian untuk berhias sebagaimana yang sering
kita temukan.
Syarat
ketiga: pakaian tersebut tidak tipis dan tidak
tembus pandang yang dapat menampakkan bentuk lekuk tubuh. Pakaian muslimah juga
harus longgar dan tidak ketat sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.
Dalam
sebuah hadits shohih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu :
Suatu kaum yang memiliki cambuk, seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para
wanita berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti
punuk unta yang miring, wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan
mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan ini dan ini.” (HR.Muslim)
Ibnu
‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah
para wanita yang memakai pakaian yang tipis sehingga dapat menggambarkan bentuk
tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi
dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka
telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, 125-126)
Cermatilah, dari sini
kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan
para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai
syari’at atau tidak.
Syarat
keempat: tidak diberi wewangian atau parfum. Dari
Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ
رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Perempuan
mana saja yang memakai wewangian, lalu melewati kaum pria agar mereka
mendapatkan baunya, maka ia adalah wanita pezina.” (HR. An Nasa’i, Abu
Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323
mengatakan bahwa hadits ini shohih). Lihatlah ancaman yang keras
ini!
Syarat
kelima: tidak boleh menyerupai pakaian pria
atau pakaian non muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
لَعَنَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ
، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ
“Rasulullah
melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai
kaum pria.” (HR. Bukhari no. 6834)
Sungguh
meremukkan hati kita, bagaimana kaum wanita masa kini berbondong-bondong
merampas sekian banyak jenis pakaian pria. Hampir tidak ada jenis pakaian pria
satu pun kecuali wanita bebas-bebas saja memakainya, sehingga terkadang
seseorang tak mampu membedakan lagi, mana yang pria dan wanita dikarenakan
mengenakan celana panjang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan
bahwa sanad hadits inijayid/bagus)
Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi mode-mode busana barat baik melalui majalah, televisi, dan foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Laa haula walaa quwwata illa billah.
Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi mode-mode busana barat baik melalui majalah, televisi, dan foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Laa haula walaa quwwata illa billah.
Syarat
keenam: bukan pakaian untuk mencari ketenaran
atau popularitas (baca: pakaian syuhroh). Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِى الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ
مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ أَلْهَبَ فِيهِ نَارًا
“Barangsiapa
mengenakan pakaian syuhroh di dunia, niscaya Allah akan mengenakan pakaian
kehinaan padanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” (HR.
Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Pakaian
syuhroh di sini bisa bentuknya adalah pakaian yang paling mewah atau pakaian
yang paling kere atau kumuh sehingga terlihat
sebagai orang yang zuhud. Kadang pula maksud pakaian syuhroh adalah pakaian
yang berbeda dengan pakaian yang biasa dipakai di negeri tersebut dan tidak
digunakan di zaman itu. Semua pakaian syuhroh seperti ini terlarang.
Syarat
ketujuh: pakaian tersebut terbebas dari salib.
Dari Diqroh Ummu Abdirrahman bin Udzainah, dia berkata,
كُنَّا نَطُوفُ بِالْبَيْتِ مَعَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ فَرَأَتْ عَلَى
امْرَأَةٍ بُرْداً فِيهِ تَصْلِيبٌ فَقَالَتْ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ اطْرَحِيهِ
اطْرَحِيهِ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى
نَحْوَ هَذَا قَضَبَهُ
“Dulu
kami pernah berthowaf di Ka’bah bersama Ummul Mukminin (Aisyah), lalu beliau
melihat wanita yang mengenakan burdah yang terdapat salib. Ummul Mukminin
lantas mengatakan, “Lepaskanlah salib tersebut. Lepaskanlah salib tersebut.
Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat semacam itu,
beliau menghilangkannya.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan
bahwa hadits ini hasan). Ibnu Muflih dalam Al Adabusy
Syar’iyyah mengatakan, “Salib di pakaian dan lainnya adalah sesuatu
yang terlarang. Ibnu Hamdan memaksudkan bahwa hukumnya haram.”
Syarat
kedelapan: pakaian tersebut tidak terdapat gambar
makhluk bernyawa (manusia dan hewan). Gambar makhluk juga termasuk
perhiasan. Jadi, hal ini sudah termasuk dalam larangan bertabaruj sebagaimana
yang disebutkan dalam syarat kedua di atas. Ada pula dalil lain yang mendukung
hal ini. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memasuki rumahku, lalu di sana ada kain yang tertutup gambar
(makhluk bernyawa yang memiliki ruh, pen). Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melihatnya, beliau langsung merubah warnanya dan menyobeknya. Setelah
itu beliau bersabda,
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ الذِّيْنَ
يُشَبِّهُوْنَ ِبخَلْقِ اللهِ
”Sesungguhnya
manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah yang menyerupakan
ciptaan Allah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan ini adalah
lafazhnya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan
Ahmad)
Syarat
kesembilan: pakaian tersebut berasal dari bahan
yang suci dan halal.
Syarat
kesepuluh: pakaian tersebut bukan pakaian
kesombongan.
Syarat
kesebelas: pakaian tersebut bukan pakaian
pemborosan .
Syarat
keduabelas: bukan pakaian yang mencocoki pakaian
ahlu bid’ah. Seperti mengharuskan memakai pakaian hitam ketika mendapat musibah
sebagaimana yang dilakukan oleh Syi’ah Rofidhoh pada wanita mereka ketika
berada di bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa pengharusan
seperti ini adalah syi’ar batil yang tidak ada landasannya.
Semoga Allah memberi
taufik kepada kita semua dalam mematuhi setiap perintah-Nya dan menjauhi setiap
larangan-Nya.
Alhamdullillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat.
#Sarah Mutia
0 komentar: