Wanita yang Bersuara Lembut
Wanita yang
Bersuara Lembut
Pertanyaan:
Ana ingin bertanya. Bagaimana sekiranya seseorang itu memang mempunyai sifat semula jadi yang bersuara lembut. Apakah solusinya untuk dia lakukan agar tidak ada yang berpenyakit hatinya berkeinginan kepadanya. Jazakallahu khairan katsiran. (zer***@***.my, Malaysia)
Ana ingin bertanya. Bagaimana sekiranya seseorang itu memang mempunyai sifat semula jadi yang bersuara lembut. Apakah solusinya untuk dia lakukan agar tidak ada yang berpenyakit hatinya berkeinginan kepadanya. Jazakallahu khairan katsiran. (zer***@***.my, Malaysia)
Jawaban:
Bismillahirrahmanirrahim,
alhamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala Aalihi
washahbihi wasallam. Amma ba’du.
Wanita pada dasarnya
tidaklah terlarang untuk berbicara, menjawab salam dan menyampaikan sesuatu
melalui lisan kepada laki-laki asing selain suami dan mahramnya, di saat hal
tersebut diperlukan. Semisal dalam jual beli dan transaksi lainnya, di saat
menjadi saksi persidangan ataukah yang serupa dengan keadaan tersebut. Terdapat
beberapa hadits yang mengisyaratkan bolehnya seorang wanita berbicara kepada
laki-laki asing, di antaranya hadits Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari rahimahullah di dalam kitab ash-Shahih
beliau. Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha mengatakan, “Kami membai’at Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam membaca
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Agar mereka -para
wanita- tidak melakukan kesyirikan kepada Allah dengan sesuatu apapun juga.”
(Al-Mumtahanah: 12)
Dan beliau melarang kami
dari niyahah. Maka seorang wanita menarik tangannya sambil berkata, “Fulanah
telah melakukan hal baik kepadaku maka saya berkeinginan untuk membalasnya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah mengatakan apapun kepada
wanita tersebut, kemudian wanita itu pergi dan kembali lalu beliau shallallahu
‘alaihi wasallam membai’atnya.” (Shahih, al-Bukhari no. 4892 dan 7213)
Al-Hafizh Ibnu Hajar
rahimahullah menyebutkan di dalam Fathul Baari, “… dan pada hadits tersebut
terkandung penjelasan bahwa ucapan seorang wanita asing hal yang diperbolehkan
untuk didengar. Dan suara wanita asing bukanlah aurat. Juga terdapat faidah
larangan menyentuh kulit wanita asing tanpa ada alasan darurat untuk hal itu.”
Allah Subhanahu wa
Ta’ala di dalam Al-Qur’an al-Karim telah berfirman:
“Wahai istri-istri Nabi,
tidaklah kalian serupa dengan seorang pun kaum wanita, apabila kalian bertakwa.
Maka janganlah kalian sekali-kali tunduk dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit dan ucapkanlah
perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Beberapa ulama
menafsirkan ayat ini, bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
Maka janganlah kalian
sekali-kali tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang di dalam
hatinya terdapat penyakit dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Yaitu janganlah kalian
melunakkan ucapan kalian dalam berbicara di saat menyapa kaum laki-laki.
Al-Qurthubi rahimahullah di dalam tafsir beliau mengatakan, “Maknanya adalah:
Janganlah kalian melunakkan ucapan. Allah telah memerintahkan kepada kaum
wanita agar ucapan mereka haruslah berupa ucapan penuh hormat, dan perkataan
mereka haruslah berupa perkataan yang tegas.”
Ibnu Al-’Arabi Al-Maliki
rahimahullah mengatakan, “… dan janganlah perkataan tersebut dalam konteks yang
menjadikan adanya keterikatan di dalam hati akibat -suara- kelemahlembutan yang
eksplisit dari ucapan tersebut yang mendatangkan keinginan bagi yang
mendengarnya.”
Dan selanjutnya Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan kalian ucapkanlah
perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Allah Subhanahu wa
Ta’ala lalu memerintahkan kaum wanita untuk berucap dengan ucapan yang ma’ruf.
Yaitu perkataan yang baik, yang santun dan perkataan yang ma’ruf dalam hal
kebaikan. Ucapan yang terlepas dari keinginan yang mendatangkan kebimbangan di
dalam hati -yaitu yang mendengar ucapan tersebut-, hal mana ucapan tersebut
sebaiknya ucapan yang tegas tanpa dilunakkan, atau perkataan yang baik disertai
nada yang tegas.
Ucapan wanita yang dimaksud
pada ayat ini, adalah ucapan mereka kepada selain suami mereka. Wanita tidaklah
memerdukan suaranya di saat berbicara dengan laki-laki asing. Hingga
diriwayatkan dari beberapa ummahatul mukminin, bahwa seseorang di antara mereka
meletakkan tangannya pada mulutnya di saat berbicara dengan seorang laki-laki
asing. Agar suaranya berubah dengan perlakuan itu, karena beliau khawatir
suaranya akan terdengar merdu dan lembut. [1]
Jadi dari uraian di
atas, sebaiknya wanita tersebut mengusahakan untuk berbicara dengan ucapan yang
tegas dan lugas dalam berhadapan dengan laki-laki asing. Apabila tabiat suara
wanita tersebut, suara yang halus atau lembut, dia dapat meletakkan tangan atau
kerudungnya di mulutnya hingga suaranya berubah dan tidak terdengar lembut atau
merdu.
Dan perlu diperhatikan
pula, sebaiknya wanita berbicara kepada laki-laki asing hanya pada kondisi yang
diperlukan saja atau pada kondisi yang tidak terelakkan oleh wanita tersebut.
Al-Imam An-Nawawi
rahimahullah menyebutkan, “Dan dalam hadits di atas (hadits ‘Aisyah di dalam
shahih Muslim no. 4811, tentang bai’at yang dilakukan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam kepada para wanita muslimah) menunjukkan bahwa ucapan wanita
asing diperbolehkan untuk didengar dalam keadaan yang diperlukan. Dan suara
wanita bukanlah aurat, dan tidak diperbolehkan menyentuh kulit wanita di selain
keadaan darurat….”
Beberapa ulama juga
mensyaratkan agar wanita berbicara tanpa berkhalwat (berduaan) dengan laki-laki
asing tersebut.Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber: Majalah Akhwat Shalihah
#Sarah Mutia
0 komentar: