Tobat Sebelum Ajal Mendekat
Tobat Sebelum Ajal Mendekat
Kematian nggak pernah diketahui
datangnya. Setiap orang pasti mati. Tapi semua orang tak pernah tahu kapan
kematian menjemputnya. Itu sebabnya, kita kudu siap-siap sebelum datang hari di
mana kita harus sudah pergi meninggalkan segala nikmat dunia. Kalo kita
perhatiin, ada yang sebelum mati sempat ninggalin pesan tertentu kepada
keluarganya. Tapi banyak juga yang pergi ninggalin dunia tanpa pesan. Banyak
orang juga yang insya Allah saat ajal mendekat ia masih bisa beramal shalih.
Khusnul khatimah alias baik di akhir hidupnya. Namun nggak sedikit yang saat
ajal mendekatinya dan benar-benar menjemputnya ia sedang berbuat maksiat. Su’ul
khatimah alias buruk di akhir hayatnya Naudzubillahi min dzalik.
Bro en Sis, ajal setiap orang udah
ditetapkan waktunya. Udah dijatah sama Allah Swt. batas waktu ‘beredar’ setiap
orang di dunia. Jangan lupa juga bahwa hidup kita dunia ini akan diuji, siapa
yang terbaik amalnya. Firman Allah Swt. (yang artinya): “Maha Suci Allah Yang
di tanganNyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang
lebih baik amalnya.” (QS al-Mulk [67]: 1-2)
Yup, ada ganjaran berupa pahala yang
akan diberikan oleh Allah Swt untuk setiap ibadah yang kita lakukan. Begitu
pula, Allah Swt. akan memberikan siksa bagi manusia manapun yang telah berbuat
dosa dalam kehidupannya (atau bahkan selama hidupnya). Tentu itu adil dong ya.
Mereka yang beriman dapat pahala, dan siapa saja yang berbuat maksiat diberikan
siksa karena dosa-dosanya. So, emang nggak akan lepas dari pengawasan Allah
Ta’ala. Waspadalah!
Terus, gimana kalo kita kadang berbuat
maksiat? Ya, Allah Swt. udah ngasih jalan, yakni dengan cara bertobat alias
minta ampunan. Setelah bertobat tentu harus ninggalin maksiat yang telah atau
biasa dilakukannya sebagai wujud tobat yang sebenarnya-benarnya. Allah Swt.
berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada
Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” [QS at-Tahriim
[66]: 8]
Kita semua pernah berbuat dosa
Sobat muda muslim, siapa pun orangnya, pasti ia pernah melakukan dosa, kecuali Rasulullah saw. tentunya, karena memang beliau ma’shum (terbebas dari dosa dan kesalahan) dalam penyampaian risalah Allah ini. Itu sebabnya, saya waktu ngaji dulu, ustadz saya sering mengatakan bahwa, “Orang yang bertakwa bukanlah orang yang selalu benar dalam hidupnya. Tapi orang yang bertakwa adalah ketika berbuat dosa, kemudian menyadari dan segera memohon ampunan kepada Allah Swt.”
Sobat muda muslim, siapa pun orangnya, pasti ia pernah melakukan dosa, kecuali Rasulullah saw. tentunya, karena memang beliau ma’shum (terbebas dari dosa dan kesalahan) dalam penyampaian risalah Allah ini. Itu sebabnya, saya waktu ngaji dulu, ustadz saya sering mengatakan bahwa, “Orang yang bertakwa bukanlah orang yang selalu benar dalam hidupnya. Tapi orang yang bertakwa adalah ketika berbuat dosa, kemudian menyadari dan segera memohon ampunan kepada Allah Swt.”
Rupanya ungkapan ustadz saya itu
melumerkan kengototan saya waktu itu, yang menilai bahwa orang yang bertakwa
adalah orang yang selalu benar dalam hidupnya. Pernyataan ustadz saya ini juga
semakin menumbuhkan keyakinan dalam diri saya bahwa meski kita tak boleh salah
dalam hidup ini, bukan berarti kita akan lolos dari kesalahan. Karena yang
terpenting adalah menyadari kesalahan tersebut dan bertekad untuk tidak
mengulanginya lagi sambil mohon ampunan kepada Allah Swt.
Imam Ibnu Katsir menukil sabda
Rasulullah saw.: “Seorang hamba tidak dapat mencapai kedudukan muttaqin kecuali
jika dia telah meninggalkan perkara-perkara mubah lantaran khawatir terjerumus
ke dalam dosa” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Boys and gals, menurut hadis ini, yang
mubah saja bila perlu dihindari karena khawatir terjerumus dalam dosa, apalagi
yang sudah jelas haram. Iya nggak sih? Oya, dalam keterangan lain, orang yang
bertakwa adalah orang yang mampu menjaga dan membentengi diri. Ibnu Abbas ra.
mengatakan bahwa muttaqin adalah orang-orang yang berhati-hati dan menjauhi
syirik serta taat kepada Allah. Sedangkan Imam Hasan Bashri mengatakan bahwa
bertakwa berarti takut dan menghindari apa yang diharamkan Allah Swt. dan
menunaikan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah Swt.. Berusaha sekuat tenaga
untuk melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Sedangkan Ibnu Mu’tazz
melukiskan sikap yang mesti ditempuh seorang muslim agar mencapai derajat
muttaqin dengan kata-kata sebagai berikut: “Tinggalkan semua dosa kecil maupun
besar. Itulah takwa. Dan berbuatlah seperti orang yang berjalan di tanah yang
penuh duri, selalu waspada. Jangan meremehkan dosa kecil. Ingatlah, gunung yang
besar pun tersusun dari batu-batu kecil”.
Nah, kebayang banget kan kalo semasa
hidupnya ada orang yang selalu maksiat. Duh, gimana tuh dosanya. Termasuk dalam
hal ini adalah orang-orang yang ketika hidupnya selalu melecehkan kaum
muslimin, menghina ajaran Islam, dan malah lebih memilih bersahabat dengan
musuh-musuh Islam. Ih, dosanya pasti berlipat-lipat. Apalagi pas ajalnya datang
nggak bertobat. Naudzubillahi min dzalik.
Memang sih urusan dosa Allah Swt. yang
akan menghisabnya. Tapi kan kita juga diajarkan oleh Rasulullah saw. untuk
menilai seseorang dalam berperilaku. Bahwa yang kita nilai itu adalah yang
tampak dan sudah jelas dilakukan seseorang (“nahnu nahkumu bidzdzawaahir”,
begitu kata Nabi saw.). Misalnya, ada orang yang ngomong bahwa demokrasi itu
sistem yang lebih baik dari Islam (sambil dengan bangga menentang upaya
perjuangan orang-orang yang ingin menegakkan Khilafah Islamiyyah), dia juga
ngoceh bahwa pluralisme, sekularisme, dan liberalisme lebih hebat ketimbang
Islam, selain itu dia terang-terangan melecehkan kaum muslimin. Nah, untuk
orang yang kayak gini tentu saja kita bisa menilai nih orang udah bermaksiat
kepada Allah Swt. Tentu, berdosa dong ya.
Minta ampunan Allah Swt. yuk!
Sobat muda muslim, ampunan Allah jauh lebih besar dari murkaNya. Lagi pula, memohon ampunan Allah (bertobat) sekaligus mencerminkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah. Karena orang yang bertakwa salah satu cirinya adalah segera mohon ampunan kepada Allah jika dia sudah menyadari kesalahannya. Jadi, nggak usah malu untuk bertobat en nggak usah merasa ribet. Jalani aja sambil terus belajar supaya nggak kecebur ke dalam jurang yang sama. Karena dengan belajar kita jadi tahu dan yakin bisa menjalani hidup ini dengan tenang. Cobalah.
Sobat muda muslim, ampunan Allah jauh lebih besar dari murkaNya. Lagi pula, memohon ampunan Allah (bertobat) sekaligus mencerminkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah. Karena orang yang bertakwa salah satu cirinya adalah segera mohon ampunan kepada Allah jika dia sudah menyadari kesalahannya. Jadi, nggak usah malu untuk bertobat en nggak usah merasa ribet. Jalani aja sambil terus belajar supaya nggak kecebur ke dalam jurang yang sama. Karena dengan belajar kita jadi tahu dan yakin bisa menjalani hidup ini dengan tenang. Cobalah.
Rasulullah saw. memberikan pujian buat
kita-kita yang takwa dan taat pada ajaran Islam. Apalagi sebelumnya kita ahli
maksiat. Betul nggak? Indah nian ungkapan Rasulullah saw. empat belas abad yang
lampau: “…ada kaum yang akan datang sesudah kalian (para sahabat r.a.). Mereka
percaya kepada (sekadar) kitab yang dibendel, lalu percaya dan mengamalkan
ajaran yang terkandung di dalamnya. Mereka lebih utama daripada kalian. Mereka
lebih besar pahalanya daripada kalian.” (HR Ibnu Mardawih yang dikutip dalam
penjelasan di Tafsir Ibnu Katsir)
Bro en Sis, hidup ini penuh dinamika.
Penuh warna, penuh liku, penuh lubang dan mendaki (Iwan Fals banget neh!). Kata
orang bijak, hidup adalah untuk mati. Bisa dipahami, karena akhir dari
kehidupan adalah kematian. Nggak salah-salah amat kok. Tapi, kita juga wajib
ngeh, untuk apa kita hidup. Untuk apa kita ada dunia ini. Dan, akan ke mana
setelah bersuka-cita, termasuk berduka-derita di dunia ini?
Kehidupan ini pasti akan berakhir. Wak
Haji Rhoma Irama juga tereak: “Pesta pasti berakhir” (kalo disebut nama ini,
kamu jangan langsung menggoyangkan jempol tangan dan kaki ya, hehehe…). Hidup
di dunia ibarat menempuh sebuah perjalanan panjang dan melelahkan. Banyak
sekali cerita terukir di sini. Cerita suka, duka, derita, bahagia, sedih,
gembira, kecewa, optimisme, putus asa, peduli, kasih-sayang, cinta, dan seabrek
pernak-pernik dan kerlap-kerlip kehidupan dunia yang melengkapinya.
Bro, perjalanan panjang di dunia ini
pasti akan berakhir. Ada terminal akhir yang merupakan tempat kita berlabuh.
Allah Swt. udah menyediakan dua tempat; surga dan neraka. Surga untuk para
pengumpul pahala, sementara neraka adalah kelas ‘eksklusif’ para pendosa.
Nah, mumpung kita masih bisa bernapas,
mumpung kita masih bisa tertawa, selagi kita masih punya kesempatan banyak, di
saat kita masih muda usia, sebelum air mata penyesalan mengalir deras dari
kedua mata kita, ada waktu untuk kita perbaiki diri. Jangan putus asa juga buat
para pendosa. Yakinlah, selama hayat masih di kandung badan, kalian punya
kesempatan yang sama untuk menuai pahala. Bertobat dari berbuat maksiat, itu
keputusan tepat. Setelah itu mari belajar agama. Pahami, cermati, dan amalkan
dalam kehidupan.
Sobat muda muslim, ‘qod qola’ Alvin
Toffler, “Perubahan tak sekadar penting untuk kehidupan. Perubahan adalah hidup
itu sendiri.” Paling nggak, kita berubah menjadi baik dari buruk adalah sebuah
perubahan yang menentukan hidup kita sendiri.
Islam juga mengajarkan agar kita
senantiasa berbuat baik. Jika kebetulan berbuat maksiat, bertobatlah segera.
Diriwayatkan daripada Abu Said al-Khudri ra. katanya: Nabi saw. bersabda:
“Seorang lelaki dari kalangan umat sebelum kamu telah membunuh sebanyak
sembilan puluh sembilan orang manusia, lalu dia mencari seseorang yang paling alim.
Setelah ditunjukkan kepadanya seorang pendeta, dia terus berjumpa pendeta
tersebut kemudian berkata: Aku telah membunuh sebanyak sembilan puluh sembilan
orang manusia, adakah taubatku masih diterima? Pendeta tersebut menjawab:
Tidak. Mendengar jawaban itu, dia lalu membunuh pendeta tersebut dan genaplah
seratus orang manusia yang telah dibunuhnya. Tanpa putus asa dia mencari lagi
seseorang yang paling alim. Setelah ditunjukkan kepadanya seorang ulama, dia
terus berjumpa ulama tersebut dan berkata: Aku telah membunuh seratus orang
manusia. Adakah taubatku masih diterima? Ulama tersebut menjawab: Ya! Siapakah
yang bisa menghalangi kamu dari bertaubat? Pergilah ke negeri si fulan, karena
di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah. Kamu beribadahlah kepada
Allah Swt. bersama mereka dan jangan pulang ke negerimu karena negerimu adalah
negeri yang sangat hina. Lelaki tersebut berjalan menuju ke tempat yang
dimaksud. Ketika berada di pertengahan jalan tiba-tiba dia mati, menyebabkan
Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab berselish pendapat mengenai orang tersebut.
Malaikat Rahmat berkata: Dia datang dalam keadaan bertaubat dan menghadapkan
hatinya kepada Allah Swt. Namun Malaikat Azab juga berkata: Dia tidak pernah
melakukan kebaikan. Lalu Malaikat yang lain datang dalam keadaan menyerupai
manusia dan mencoba menengahi mereka sambil berkata: Ukurlah jarak di antara
dua tempat. Mana yang lebih (jaraknya menuju negeri yang dituju), itulah
tempatnya. Lantas mereka mengukurnya. Ternyata mereka dapati lelaki tersebut
tempat meninggalnya lebih dekat kepada negeri yang ditujunya. Akhirnya dia
diambil oleh Malaikat Rahmat” (HR Bukhari dalam Kitab Kisah Para Nabi, hadis
no. 3211)
Oke deh, bertobat lebih hebat ketimbang
tetap berbuat maksiat. Kamu bisa kok. Yakin deh.
Apa yang harus kita lakukan?
Pertama, menyesal. Tanpa penyesalan, rasanya sulit untuk tidak mengulangi perbuatan maksiat. Penyelasan ini kudu benar-benar tumbuh dalam diri kamu. Minta maaf pula kepada orang yang kamu “kerjain”. Janji nggak bakal ngulangi lagi. Kedua, niat sungguh-sungguh. Kuatkan tekad kita untuk menghentikan kebiasaan maksiat. Ada pahala pula di balik niat yang sungguh-sungguh itu. Ketiga, cari lingkungan yang mendukung. Ini penting banget sobat. Sebab, kalo kamu belum bisa mengubah lingkungan, jangan-jangan kamu yang terwarnai. Kalo lingkungannya baik sih oke aja. Tapi kalo rusak? Bisa gawat kan? Jadi, gaul deh ama teman-teman yang udah baik-baik untuk membiasakan kehidupan kamu yang baru.
Pertama, menyesal. Tanpa penyesalan, rasanya sulit untuk tidak mengulangi perbuatan maksiat. Penyelasan ini kudu benar-benar tumbuh dalam diri kamu. Minta maaf pula kepada orang yang kamu “kerjain”. Janji nggak bakal ngulangi lagi. Kedua, niat sungguh-sungguh. Kuatkan tekad kita untuk menghentikan kebiasaan maksiat. Ada pahala pula di balik niat yang sungguh-sungguh itu. Ketiga, cari lingkungan yang mendukung. Ini penting banget sobat. Sebab, kalo kamu belum bisa mengubah lingkungan, jangan-jangan kamu yang terwarnai. Kalo lingkungannya baik sih oke aja. Tapi kalo rusak? Bisa gawat kan? Jadi, gaul deh ama teman-teman yang udah baik-baik untuk membiasakan kehidupan kamu yang baru.
Keempat, tumbuhkan semangat untuk
mengkaji Islam. Sobat, dengan mengkaji Islam, selain menambah wawasan, juga
akan membuat kita tetap stabil dengan “kehidupan baru” kita. Maksiat? Sudah
lupa tuh! Kelima, senantiasa berdoa. Jangan lupa berdoa kepada Allah, mohon
dibimbing dan diarahkan, serta dikuatkan tekad kita untuk meninggalkan maksiat.
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan
permohonanmu itu.” (QS al-Mukmin [40]: 60)
Yuk, mumpung masih ada waktu, kita mohon
ampunan kepada Allah Swt. Bertobat dengan sebenar-benarnya bertobat. Tak
mengulangi kemaksiatan yang telah dilakukan dan sebaliknya kita berlomba
memperbanyak amal shalih. Semangat!
Sumber :http://www.dudung.net/buletin-gaul-islam/tobat-sebelum-ajal-mendekat.htm
#Sarah Mutia
0 komentar: